HAKEKAT MANUSIA DALAM AL-QURAN


 
  A.    PENGGUNAAN KATA MANUSIA DALAM AL-QURAN     
    Baggai mana bentuk dan peran seseorang secara garis besarnya dapat dilihat dari kedudukan yang di tempatinya. Peranini dapat  di rujukan antara lain dari berbagai sebutan yang diberikan  kepada manusia. Selaku makluk ciptaan, manusia di anugrahi penciptanya dengan sejumlah nama atau sebutan.
Dalam Al-Quran manusia disebut berbagia nama antara lain :
1.         Al-Basyar
Manusia dalam konsep al-Basyar, dipandang dari pendekatan biologis (Muhaimin, 1993: 11). Sebagai makhluk biologis berarti manusia terdiri atas unsur materi, sehingga menampilkan sosok dalam bentuk material (Hasan Langgulung, 1987: 289), berupa tubuh kasar (ragawi). Dalam kaitan ini, manusia merupakan makluk jasmaniah yang secara umum terkait kepada kaidah-kaidah umum dari kehidupan makluk biologi.
Berdasarkan konsp al-Basyar, manusia takjauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan dalam mencapai tingkat pematangan dan kedewasaan. Manusia memerlukan makanan dan minuman untuk hidup, dan juga memerlukan pasangan hidup untuk melanjutkan proses pelanjut keturunannya. Lengkapnya manusia memiliki golongan biologis seperti dorongan makan dan minum, dorongan seksual, dengan mempertahankan diri, dan dorongan mengembangkan diri sebagai bentuk dorongan primer masuk biologis.
Dalam konsep al-Basyar ini tergambar  tentang bagai mana seharusnya peran manusia sebagai makhluk biologis. Bagaimana ia harus berperan dalam upaya memenuhi kebutuhan primernya secara benar, menurut tuntunan yang telah diatur penciptanya. Sebagai makhluk biologis, manusia di bedakan dari makhluk biologis lainnya seperti hewan, yang pemenuhan kebutuhan primernya dikuasai dorongan instingtif. Sebaliknya manusia dalam kasus yang  sama, di dasarkan tata aturan yang baku dari allah SWT. Pemenuhan biologis manusia diatur dari siariat agama allah.
2.         Al-Insan
Al-Insan terbentuk dari akar kata nasya yang berarti lupa (M.Qhurois Shihab 1996: 60). Penggunaan kata al-Insan sebagai kata bentukan yang termuat dalam al-Quran, mengacu pada potensi yang di anugrahkan allah kepada manusia. Potensi tersebut antara lain berupa potensi untuk bertumbuh dan berkembang secara fisik (Qs. 23:12-14) dan juga potensi untuk bertumbuh dan berkembang secara mental spiritual.
 Al-Insan mengacu pada bagaimana manusia dapat memerankan dirinya sebagai sosok pribadi yang mampu untuk mengembangkan dirinya, agar menjadi sosok  yang seniaman, serta ber akhlak mulia secara utuh. Paling tidak pada tahap yang paling rendah adalah mampu mencari dan menemukan yang baik, benar dan indah, untuk di jadikan rujukan dalam bersikap dan berperilaku. Dengan cara seperti itu diharapkan manusia mampu mengembangkan potensi individunya, guna mencapai kehidupan yang ber kualitas.
Potensi manusia menurut al-Insan  konsep al-Insan diarahkan pada upaya mendorong manusia untuk berkreasi dan ber inovasi. Dari kreatifitasnya, manusia dapat menghasilkan sejumlah kegiatan berupa pemikiran (Ilmu Pengetahuan), kesenian, ataupun benda-benda ciptaan. Kemudian melalui kemampuan berinofasi, manusia mampu merekayasa temuan-temuan baru dalam berbagai bidang. Dengan demikian manusia dapat menjadikan dirinya makhluk berbudaya dan berperadaban.
3.         AN-NAS
Dalam al-Quran kosa kata an-Nas umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia diciptakan manusia bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan wanita, kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa, untuk saling kenal mengenal (Qs. 49: 13). Manusia merupakan makhhluk sosial secara fitroh senang hidup berkelompok, sejak dari bentuk stuan yang terkecil (keluarga) hingga ke yang paling besar dan kompleks, yaitu bangsa dan umat manusia. Konsep an-Nas mengacu ke pada peran manusia dalam kehidupan manusia. Manusia di arahkan agar menjadi warga sosial dapat memberi manfaat bagi kehidupan bersama di masyarakat.
            Kehidupan sosial yang demikian itu tampaknya memang di perioritaskan dalam ajaran islam, sebagai yang tergambarkan bahwa konsep an-Nas terulang sekitar 24 kali dalam al-Quran. Kemampuan untuk memerankan diri dalam kehidupan sosial, sehingga dapat mendatangkan manfaat, merupakan usaha yang sangat di anjurkan. Dengan demikian konsep an-Nas, mengacu kepada peran dan tanggung jawab manusia sebagai makluk sosial dalam ssetatusnya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.
4.         BANI ADAM
Manusia sebagai bani Adam, termaktub di tujuh tempat dalam al-Quran (Muhammad Fuad abd Al-Baqi, 1989: 137-138). Dalam penjelasan al-Ghorib al-Ishfahany, bani berarti keturunan (Dari Darah Daging) yang dilahirkan (al-Ishfahany.tt. 20-21). Sedangkan penjelasan panitia penafsir al-Quran departemen agama RI, mengartikannya sebagai “umat manusia” (panitia penafsiran, 1971: 224, catatan kaki nomor 530).
Dalam konteks ayat-ayat yang mengandung konsep bani adam, manusia diingatkan allah agar tidak tergoda setan (Qs.7:26-27), pencegahan dari makan minu yang berlebih-lebihan dan tata cara berpakian yang pantas saat melaksanakan ibadah (Qs.7:31), ketakwaan (Qs.7:35), kesaksian manusia terhadap tuhannya (Qs.7:172), dan terakir peringatan agar manusia tidak terperdaya hingga menhyembah setan (Qs.36:60).
Penjelasan ayat-ayat diatas meng isyaratkan, bahwa manusia selaku bani Adam dikaitkan dengan gambaran peran Adam As. Saat awal diciptakan, di kala AdamAs akan diciptakan, para malaikat seakan mengkhawatirkan kehadiran makhluk ini. Mereka memperkirakan dengan penciptaannya, manusia akan menjadi biang kerusakan pertumpaan darah (Qs.2:30). Kemudian terbukti bahwa Adam As dan istrinya (Siti Hawa) karena kekeliruan akhirnya terjebak oleh hasutan setan hingga oleh Allah SWT, keduanya di keluarkan dari surga sebagai hekuman atas kelalean yang mereka perbuat (Qs.2:35-36).
Konsep bani Adam, dalam bentuk menyeluruh mengacu kepada penghormatan pada nilai-nilai kemanusiaan. Konsep ini menitik beratkan pada upaya pembinaan hubungan persaudaraan antar sesama manusia. Menyatukan visi bahwa manusia pada hakekatnya ber awal dari nenek moyang yang sama, yaitu Adam As.
5.         Al-Ins
Al-Ins adalah homonim dari al-Jins dan al-Nufur (Muhammad Al-Baqi:24). Menurut M. Quraish sihab, al-Insan ter bentuk dari akar  kata Ins berarti senang, jinak dan harmonis, atau akar kata nisy yang berarati lupa, serta dari akar kata naus berarti ”pergerakan atau dinamisme”.
Dalam kaitannya dengan jin, maka manusia adalah makhluk yang kasat mata. Sedangkan jin adalah makhluk halus yang tidak tampak  (M.Quraish sihab,1996:280). Selain itu juga, makna ini di hadapkan dengan al-nufur (perjalanan) karena manusia (al-Ins) termasuk makhluk yang jinak, senang menetap.
Untuk melihat bagai mana konsep al-Ins ini dipahami, seperti di kemukakan al-Quran, bahwa jin dan manusia diciptakan untuk mengabdi kepada Allah (Qs.51:56). Berangkat dari hakekat penciptanya ini tampaknya manusia dalam konteks konsep al-Ins, bersetatus selaku pengabdi Allah.
6.         Abd Allah
Al-Quran juga menemukan manusia dengan abd Allah yang berarti abdi atau hamba Allah. Menurut M.Quraish sihab, seluruh makhluk yang memiliki potensi berperasaan dan ber kehendak adalah add Allah dalam arti dimiliki Allah. Kepemilikan Allah terhadap makhluk tersebut merupakan kepemilikan mutlak dan sempurna. Dengan demikian abd Allah tersebut tidak dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan seluruh aktifitasnya dalam kehidupan itu.
Dalam konteks abd Allah ini peran manusia harus disesuaikan dengan kedudukannya sebagai abdi (hamba). Hal ini berarti bahwa manusia harus menempatkan diri sebagai yang di miliki, tunduk dan taat kepada semua ketentuan miliknya, yaitu Allah. Sebagai pernyataan penghambaan dirinya manusia harus dapat menempatkan dirinya sebaqgai pengabdi Allah dengan sungguh dan secara ikhlas. Kemampuan ini tergambar dari pola sikap dan perilakunya yaiti apakah ia sanggup untuk memainkan peran tersebut secara baik atau tidak.
7.         KHALIFAH ALLAH
Sebelum manusia diciptakan Allah telah mengemukakan penciptaannya tersebut kepada para malaikat. Pernyataan Allah ini terangkum dalam ayat 30 al-Baqarah yang maknanya sesungguhnya aku hendak menjadikan seseorang menjadi khalifah di muka bumi. Untuk melakukan tugas-tugas ke khalifahan itu, manusia tidak membiarkan makhluk ciptaaNya itu dalam keadaan kosong.
Pada hakekatnya eksistensi manusia dalam kehidupan ini adalah untuk melaksanakan ke khalifahan, yaitu membangun dan mengelola dunia tempat hidupnya ini, sesiai dengan kehendak penciptanya.
M.Quraish sihab menyimpulkan bahwa kata khalifah mencakup pengertian:
1. Orang yang diberi kekuasaan untuk mengelola wilayah baik luas maupun terbatas
2. Khalifah memiliki potensi untuk mengemban tugasnya, namun juga dapat berbuat kesalahan dan kekeliruan.
B.     HAKEKAT TERCIPTANYA MANUSIA
Manusia merupakan karya allah SWT. Yang paling istimewa, bila dilihat dari sosok diri, serta beban dan tanggung jawab yang diamanatkan kepadanya. Manusia merupakan satu-satunya makluk yang perbuatannya mampu mewujudkan bagian tertinggi dari kehendak tuhan yang mampu menjadi sejarah disamping itu, ada unsurlain yang membuat dirinya dapat mengatasi pengaruh dunia sekitarnya serta problemnya dirinya yaitu unsur jasmani dan rohani. Kedua unsur ini sebenarnya sudah tampak pada berbagai makluki lain yang diberinama jiwa atau soul, anima dan psyche (Haryono Ismail, 1991: 5). Tetapi pada kedua unsur tersebut manusia diberi nilai lebih, hingga kualitasnya berada diatas kemampuan yang dimiliki makluk-makluk  lain itu. Dengan bekal yang istimewa ini manusia mampu menghadapi keselamatan, keamanan, kesejahteraan, dan kualitas hidupnya.
Kedudukan Manusia
1.         Sebagai hamba Allah
Kedudukan sebagai hamba Allah ini memang menjadi tujuan Allah menciptakan manusia dan makhluk-makhluk lainnya dalam firman-NYA: 

"Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada ku".(QS.adz-dzariyat:56)

2.         Sebagai Khalifah
Manusia di beri kedudukan oleh tuhan sebagai penguasa, pengatur kehidupan di muka bumi ini. Firman-NYA: 
''Dialah yang menitapkan kamu jadi khalifah-khalifah di muka bumi, dan ditinggikannya sebagian kamu dari pada yang sebagian beberapa derajat untuk mencobaimudari hal apa saja yang diberikan-nya kepada kamu. Sesungguhnya tuhan maha pengapun lagi penyayang."(QS,Al-an'am:165)


3.         Sebagai Makhluk yang Bertanggung jawab
Setelah dengan kemampuan akalnya manusia meneliti dunia ini dan dirinya sendiri kemudian mengerti bahwa hakekat diciptakannya manusia dan alam semesta ini semata-mata untuk menyembah kepada tuhannya, maka sebagai konsekuensi diberikan kedudukan yang istimewa oleh tuhan pada manusia seperti tersebut diatas, maka manusi juga dituntut untuk bertanggungjawab terhadap apa-apayang telah dilakukan diatas dunia ini, kelak di akhirat.
Firmannya: 
'' Pada hari itu, lidah, tangan dan kaki mereka sendiri akan menjadi saksi atas perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan. Pada hari itu Allah akan member balasan kepada mereka denga balasan yang setimpal dan tahulah mereka bahwa Allah itulah yang benar dan ia telah cukup memberikan keterangan."(QS,an-nuur:24-25 )

4.         Sebagai Makhluk yang dapat didik dan mendidik
Manusia sebagai makhluk yang dapat didik dapat difahami dari firman Allah sebagai berikut: 

" Bacalah dengan nama tuhanmu yang menciptakan, yang menciptakan manusia dari segumpal dara, bacalah dan tuhanmu yang amat mulia. Yang mengajar manusia dengan pena. Yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak di ketahuinya."(QS,Al-Alaq:1-5)

Sedangkan manusia sebagai makhluk mendidik dapat difahami dari firmannya yang mengisahkan bagaimana Luqman mengajar anaknya sebagai berikut firman Allah: 

"Perhatikanlah ketika berkata luqman kepada anaknya sedang ia member pelajaran kepadanya, katanya: hai anakku, janganlah engkau menyekutukan allah. Sesungguhnya menyekutukan allah itu keaniayaan yang besar."(QS.Luqman:13)

Demikian kedudukan manusi yang sempat di kemukakan dalam uraian ini. Ini adalah sebagian kecil yang dapat diungkapkan. Namun kami mengangap yang sedikit ini telah dapat memberi gambaran apa dan bagaiman seharusnya itu baik untuk dirinya sendiri, sesamanya, alamnya dan Tuhannya.

C.     Hakekat Manusia dilihat dari Eksistensinya
 adalah makhluk yang bebas nilai. Berdasarkan hakekat penciptaanya, maka secara moral manusia telah diikat suatu perjanjian dengan penciptanya ikatan moral dalam bentuk pernyataan bertauhid kepada Allah, sebagai bentuk perjanjian manusia dengan penciptanya. Perjanjian ini merupakan prinsip dasar dalam konsep hubungan manusia dengan penciptanya.
 Bentuk perjanjian dan pernyataan seperti di kemukakan itu menjadikan manusia memiliki peluang untuk di serahi amanah, yang kemudian di harapkan dapat di pertanggung jawabkan  kepada sang pencipta. Pertanggung jawaban itu adalah berupa kewajiban menjalankan tugas dalam peran sebagai khalifah (mandataris ) Allah di muka bumi keberadaan manusia selama menjalani kehidupannya di bumi , padadasrnya tak dapat dilepskan dari peran utamanya itu.
Dalam hubungan ini yang akan di jadikan pernilaian adalah bagamana pola peran manusia dalam mengemban aman at serta mempertanggungjawabkan pelaksanaannya. Kesesuaian antara peran dan amanat akan dinilai positif, dengan janji akan memperoleh ganjaran (rewad) dari sang pencipta. Sebaliknya bagi yang gagal memenuhinya akan dinialai negative, serta akan memperoleh hukuman sebagai imbalannya. Dalam hubungan ini terlihat betapa pentingnya peran pendidikan dalam pandangan filsafat pendidikan islam.
            Sepeti taelah dikemukakan bahwa secara garis besarnya, peran manusia tercermin dari konsep penamaan atas dirinya, yaitu albasyar, al-insan, an-naas, bani adam, Abd Allah serta khalifah allah.












DAFTAR PUSTAKA
Dra.Zuhairini dkk,1995, filsafat pedidikan islam, jakarta : BUMI AKSARA
Prof. Dr. H. Jalaluddin, 2001, Teologi pendidika, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

0 Response to "HAKEKAT MANUSIA DALAM AL-QURAN"

Posting Komentar